Annida, Nyala Literasi yang Tak Pernah Mati -->

Silakan ketik kata kunci

Recent Posts

Annida, Nyala Literasi yang Tak Pernah Mati

 


Oleh  Kiki Masduki

"Menjadi penulis bersamamu, membuatku tahu, bahwa antara penulis dengan yang ditulisnya tidak bisa dipisahkan," tulis Gola Gong (Duta Baca Nasional 2021) di Majalah Annida no 1/ Tahun ke XVI September 2006.

Majalah Annida. Begitulah masyarakat Indonesia mengenalnya. Terbit pertama kali pada bulan Mei tahun 1991 dengan mottonya, "Seruan Wanita Salihah". Dicetak terbatas dengan format mungil dan penampilan bersahaja. Ukuran 15,5 cm x 24 cm. Lebih kecil dari majalah remaja pada umumnya. Sampul Annida edisi ini menampilkan sketsa perempuan berjilbab yang sedang membaca buku.

Setelah itu Annida kerap kali mengganti konsep sampulnya. Ada pemandangan, binatang, dan olah foto. Konsep sampul Annida menemukan jati dirinya pada tahun ke-VIII dengan ilustrasi cerpen. Apalagi ketika konsep ini dipegang oleh Pak Sofyan yang kemudian dipertahankan oleh Pak Agus Pr.

Kata Annida berasal dari Al-Qur'an surah Maryam ayat 3, Idznaadaa Robbahuu Nidaaan Khofiyyaa. Nidaan Khofiyyaa digaris bawahi  yang berarti menyeru dengan penuh kelembutan. Kata Bang Brur, "Memercik dengan sedikit air kesejukan. Bukan teriak di kuping sambil menyiram dengan seember air." Hehehe.

Pada September 1993,  Annida mulai memfokuskan segmentasi pasarnya. Annida mencoba membidik segmen remaja dan mengubah formatnya menjadi majalah cerita remaja dengan motto, "Seri Kisah-kisah Islami." Pencetus 'Annida Gaya Baru' ini tidak lain adalah redaktur sendiri yang bernama Ahmad Mabruri, MA atau biasa disapa Bang Brur. Ide yang awalnya ditolak oleh redaktur lain, justru membawa berkah untuk Majalah Annida.

Majalah Annida gaya baru ini meledak di mana-mana dengan tajuk, "Ketika Mas Gagah Pergi", sebuah cerpen legendaris yang masih dikenang hingga saat ini, bahkan telah tiga kali di filmkan. Bisa jadi, ini adalah cerpen penggerak untuk lahirnya cerpen-cerpen bernuansa islami di kemudian hari.

Perubahan gaya Majalah Annida ini membuat nyala terang Majalah Annida semakin membesar. Di bawah komando Helvy Tiana Rosa, tiras penjualannya meroket hingga mencapai 100.000 exemplar per dua minggu. Majalah Annida telah mencatatkan diri sebagai majalah sastra yang mampu mandiri secara finansial walaupun tanpa iklan satu pun. Kertas majalahnya pun sempat kertas 'lux' ketika dipimpin oleh Dian Yasmina Fajri. Sebuah pencapaian luar biasa, mengingat di awal kelahiranya harus meminjam uang sebesar 500.000 rupiah, dengan kantor menggunakan garasi salah satu redakturnya. Tulis Dwi Septiawati (Annida no.1/Tahun ke-XI/September 2001).

Sebagai majalah remaja yang konsen pada dunia literasi, Majalah Annida telah melahirkan banyak penulis yang masih eksis hingga saat ini. Seperti  Asma Nadia, Joni Ariadinata, Gus TF Sakai, Habiburrahman El Shirazy, Gola Gong, Rahmadiyanti, Meutia Geumala, Afifah Afra Amatullah, M. Irfan Hidayatullah, Novia Syahidah, Izzatul Jannah, Muttaqwiati, Maimon Herawati, Bahtiar Hs, Sakti Wibowo, Palris Jaya, Melvy Yendra, Uda Agus, Sam Edy, Nur Hadi, Elzam Zami, S. Gege Mappangewa, Maya Lestari GF, Arlen Ara Guci, Asqarini, dll. Juga tidak bisa dilupakan semua redaktur Majalah Annida adalah para penulis handal.

Lewat kehadirannya, Majalah Annida mampu menciptakan booming literasi islami di jagat sastra. Cerpen dan cerber Majalah Annida kemudian di bukukan oleh banyak penerbit. Sebut saja penerbit muslim semisal Asy Syamil, Mizan, GIP, dan Salamadani. Bahkan penerbit umum pun sampai membuat lini khusus Sastra Islami.

Namun, sebuah terobosan baru pada September tahun 2005 membuat majalah ini mulai kehilangan banyak penggemar setianya. Konsep sampul yang tadinya ilustrasi cerpen, berubah menjadi foto model remaja. Walaupun remaja muslim berprestasi yang menjadi  model sampul majalah. Keputusan ini membuat pro dan kontra. Terbukti, tahun-tahun berikutnya tiras penjualan Annida terus menurun.

Hingga sampai kembali ke format semula di dunia literasi, ketika Muhammad Yulius menjadi pimred pun, dan pada akhirnya Annida menyerah di bulan Juni tahun 2009. Beralih  menjadi Annida_online_com dan kembali cetak pada 2013. Tutup kembali di tahun 2014. Syamsa Hawa menjadi pimred terakhir yang membersamai Majalah Annida.


Siapa pun yang pernah mengenal Majalah Annida, maka akan menyimpan kenangan manis bersamanya. Baik sebagai redaktur, penulis, maupun sebagai pembaca setia. Majalah Annida telah menjadi semacam panduan hijrah remaja yang melegenda. Banyak muslimah mulai menutup auratnya setelah bersentuhan dengan Majalah Annida. Tak sedikit remaja yang aktif di kegiatan keagamaan ketika mengenal Majalah Annida. Nyala kebaikan lewat literasinya telah menorehkan cahaya terang yang membias pelangi dengan sangat indah.

Hingga kini, eksistensi Majalah Annida masih terasa begitu nyata. Apalagi setelah adanya grup publik di laman Facebook, Annida Fans Club. Sebuah grup yang cukup aktif. Membuat nyala literasi Majalah Annida senantiasa abadi hingga semesta berhenti mengabdi. Salam Literasi.

Panjalu, 28 Juli 2021

Ayo, bergabung bersama grup FB: Annida Fans Club!

Editor: Fie R
Join Telegram @rafifamir @rafif_amir

2 Komentar

Cancel