Sidoarjo Amazing -->

Silakan ketik kata kunci

Recent Posts

Sidoarjo Amazing


Oleh Eny Widijaningsih

Cerita rakyat Sidoarjo yang sangat melegenda, melatarbelakangi berdirinya Candi Pari dan Candi Sumur. Mungkin sebagian dari kita, terutama warga Sidoarjo, baik itu yang masih in area atau yang telah merantau, ada yang belum paham tentang cerita Candi Pari dan Candi Sumur, bisa menyimak cerita ini.

Candi Pari dan Candi Sumur adalah salah satu situs bersejarah. Saat ini candi tersebut telah menjadi destinasi wisata di Kabupaten Sidoarjo. Lokasinya berada di Desa Candi Pari Kecamatan Porong, jaraknya cukup jauh dari kota Sidoarjo. Candi Pari juga menjadi salah satu candi peninggalan kerajaan Majapahit. Seperti halnya situs sejarah lainnya, pasti mempunyai cerita dengan banyak versi.

Candi Pari ini juga menjadi salah satu ikon Kabupaten Sidoarjo yang membanggakan sebelum terjadi luapan Lumpur Lapindo. Bencana alam Lumpur Lapindo menenggelamkan cerita rakyat tentang Candi Pari ini, yang secara kebetulan lokasinya tidak jauh dari Lumpur Lapindo.

Untuk membangkitkan kembali sejarah ini, pemerintah menggelar sendratari hingga festival cerita Candi Pari yang diikuti oleh para siswa di Sidoarjo.

Menurut cerita dari pengelola, bahwasannya Candi Pari ini simbol dari moksanya Joko Pandelegan, dan istrinya Nyai Lara Walang Angin. Legenda Candi Pari ini berawal dari seorang pertapa bernama Kyai Gede Penanggungan.

Kyai Gede Penanggungan  mempunyai dua orang putri yang diberi nama Nyai Lara Walang Sangit dan Nyai Lara Walang Angin. Dia tinggal bersama dengan adiknya, Nyai Ijingan, yang sudah janda dan mempunyai seorang putra bernama Joko Walang Tinunu.

Ketika Joko Walang Tinunu pergi memancing ikan dengan kedua sahabatnya Satim dan Sabalong, setelah cukup lama menunggu akhirnya dapat ikan. Ikan tersebut adalah ikan deleg, jelmaan dari seorang pemuda tampan bernama Joko Pandelegan.

Singkat cerita, karena keramahan dan kebaikan Joko Walang Tinunu akhirnya mereka bersahabat. Mereka pun sepakat untuk bekerja keras membuka lahan persawahan di sekitar pertapaan Kyai Gede Penanggungan.

Berkat kerja keras dan keuletan, mereka berdua berhasil membuka lahan persawahan ini, sehingga menarik hati Nyai Lara Walang Sangit dan Nyai Lara Walang Angin. Begitupun sebaliknya, Joko Walang Tinunu sangat tertarik dengan Nyai Lara Walang Sangit, sedangkan Joko Pandelegan dengan Nyai Lara Walang Angin. Akhirnya keduanya melanjutkan hubungan tersebut hingga ke pelamian. Namun, hubungan mereka sangat ditentang oleh Kyai Gede Penanggungan.

Meskipun ditentang, kedua pasangan ini tetap melanjutkan hubungan mereka sampai ke jenjang pernikahan. Setelah menikah, mereka tetap bekerja keras, sawah mereka tumbuh subur dan hasil panen melimpah. Kabar ini akhirnya sampai ke telinga raja Majapahit, Raja Hayam Wuruk yang saat itu mengalami kesusahan. Para petani mengalami paceklik.

Raja Hayam wuruk mengirim utusan ke Joko Pandelegan dan Joko Walang Tinunu, dengan pesan, agar mereka membagikan hasil panennya kepada masyarakat yang membutuhkan. Dengan sifat dermawan yang dimiliki oleh kedua pemuda tersebut, keduanya mau membagikan hasil panennya kepada penduduk.

Raja Majapahit senang mendengarnya, keduanya dipanggil ke istana dengan maksud memberikan penghargaan sebagai keluarga kerajaan. Namun, keduanya menolak, dengan bujuk rayu seperti apapun keduanya tetap menolak.

Ini yang membuat Raja Hayam Wuruk turun sendiri mendatangi kediaman Joko Pandelegan. Kedatangan sang raja ini dihindari oleh Joko Pandelegan. Joko pandelegan dan istrinya mohon izin. Joko Pandelegan izin untuk bersembunyi di lumbung padi miliknya dan akhirnya moksa (menghilang), sedangkan istrinya Nyai Lara Walang Angin memohon izin mengambil air di sumur yang tak jauh dari lumbung padi miliknya dan moksa juga.

Raja Majapahit sangat kecewa dan sedih dengan kenyataan ini. Namun, karena kekagumannya atas keteguhan hati Joko Pandelegan dan istrinya, sang raja memrintah untuk membangun Candi Pari di tempat moksanya Joko Pandelegan dan Candi Sumur di tempat moksanya Nyai Lara Walang Angin.

Menurut cerita, kedua candi ini berpasangan, Candi Pari adalah candi lanang (laki-laki), sedangkan Candi Sumur adalah candi wedok (perempuan). Desa Candi Pari dulunya namanya adalah Desa Kedungras.

Mungkin teman - teman lainnya mempunyai versi lain tentang cerita candi, tetapi intinya sama. Pasangan suami istri Joko Pandelegan dan Nyai Lara Walang Angin bersikukuh ingin mempertahankan desanya menjadi lumbung padi, untuk kemakmuran penduduk.

Cerita ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa Sidoarjo telah membanggakan dalam sumbangsihnya untuk kerajaan Majapahit. Semoga kedepannya, walaupun bencana yang di Sidoarjo belum tuntas 100 persen, tetapi prestasi dan pembangunannya tetap membanggakan untuk Indonesia … Aamiin.

Editor: Suyanik
Join Telegram @rafifamir @rafif_amir
Cancel