Perlukah Partai-Partai Baru Berasaskan Islam? -->

Silakan ketik kata kunci

Recent Posts

Perlukah Partai-Partai Baru Berasaskan Islam?


Oleh Rafif Amir

Saya teringat, saya punya  utang pada kawan lama. Di grup WA dia pernah bertanya, bagaimana pandangan saya terkait partai-partai Islam baru yang bermunculan. 

Saat itu saya sedang sibuk. Saya berjanji akan membuat tulisan tentang itu jika sudah luang. Sebagai pengantar, saya membagikan tautan di laman abadi.web.id tentang keluarnya NU dari Masyumi. Harapan saya bisa jadi pemantik diskusi. 

Saya bukan politikus dan bukan pakar politik. Saya hanya belajar membaca sejarah. Saya hanya senang membuat prediksi dan analisa dari fakta-fakta yang saya temukan. Pendeknya, saya hanya punya modal logika dan nalar. 

Setidaknya ada dua partai Islam baru yang telah mengemuka dan dideklarasikan. Partai Ummat besutan Amien Rais dan Partai Masyumi Reborn yang dikomandoi Ahmad Yani. 

Pasti, sebagian kalangan umat Islam Indonesia akan bertanya-tanya, "Kenapa harus mendirikan partai baru? Kenapa tidak bergabung dengan partai yang sudah ada?" 

Pertanyaan itu memang lebih tepat ditujukan langsung kepada penggagas Partai Ummat dan Partai Masyumi Reborn. Saya langsung to the point saja. Pertanyaan spesifiknya mungkin begini: "Kenapa mereka tidak bergabung dengan PKS saja? Bukankah arah perjuangannya sama?"

Ini akan menjadi diskusi yang menarik. Mengapa saya tidak menyebut PKB? PKB mewakili Islam tradisional, sementara PKS mewakili Islam modern. PKB berasaskan Pancasila, bukan Islam. Hanya saja ia memiliki basis utama kaum Nahdliyin. Cikal bakal PKB juga lahir dari rahim NU. Kurang cocok dengan Masyumi Reborn dan Partai Ummat yang nota bene didominasi kalangan Islam modern. 
Jadi, secara kultur dan pemikiran, PKS yang lebih dekat. 

Tapi mengapa tidak bergabung dengan PKS saja? Tentu mereka punya alasan mendasar dan itu harus kita hargai. Meskipun di waktu yang sama, sebagian menyayangkan keputusan itu. Umat Islam akan semakin terkotak-kotak dan suaranya harus pecah pada beberapa partai. 

Apa akibatnya? Tidak maksimal dalam meraup suara. Andai dulu NU tak keluar dari Masyumi, tentu pada Pemilu 1955 Masyumi akan menang telak dari PNI. Dan perjalanan bangsa ini mungkin tak akan diwarnai masa kelam dengan pemberontakan PKI. 

Tapi sejarah telah terjadi. Yang bisa dilakukan oleh para tokoh bangsa, seharusnya belajar dari sejarah agar masa kelam tak terulang kembali. 

Dan kuncinya adalah persatuan umat Islam. Satu napas dalam perjuangan politik. Sebab "partai sebelah" kuat karena mereka menjadi wadah perjuangan berbagai macam aliran dan ideologi; mulai syiah, sekuler liberal, hingga yang ke kiri-kirian. 

"Tapi kan, nanti bisa koalisi?" 

Saya tak yakin dengan keberhasilan koalisi. Sebab kenyataannya, tak ada koalisi yang abadi. Koalisi mudah sekali runtuh oleh kepentingan-kepentingan, lobi-lobi politik, dan tentu saja: kekuasaan. 
Jadi bagaimana? Kita tunggu saja bagaimana kiprah Partai Ummat dan Masyumi Reborn ke depan. 

Sidoarjo, 7 Juni 2021
Join Telegram @rafifamir @rafif_amir
Cancel